rss

Archive for 2011


Budaya Ngaret Dalam Masyarakat Agraris

Posted by Kebudayaan - Budaya






Salah satu hal menarik yang diungkapkan dalam buku Psikologi Terapan yang ditulis oleh Djamaludin Ancok (dosen Fakultas Psikologi UGM) adalah mengenai budaya jam karet di Indonesia. Jam karet diidentifikasikan sebagai perilaku seseorang yang terlambat ketika menghadiri suatu kegiatan yang telah ditentukan waktunya.


ISTILAH GAULNYA NGARET
Jam karet sangat merugikan banyak orang, terutama dalam hal efisiensi waktu. Seluruh kegiatan yang telah dijadwalkan akan kacau, karena akan terjadi overlay alias tumpang tindih Belum lagi, jam karet juga dapat menimbulkan stres, terutama bagi orang-orang yang memiliki tipe kepribadian Tipe A. Tipe kepribadian Tipe A diidentifikasikan sebagai individu yang sangat menghargai waktu, ingin berbuat banyak dalam waktu singkat, dan selalu tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas. Individu dengan tipe kepribadian ini juga sangat rentan dengan serangan jantung, hal ini dikaitkan antara kecemasan dengan sistem peredaran darah maupun kardiovaskular.


PETANI = NGARET ?
Dalam buku ini juga di jelaskan penyebab-penyebab seseorang ngaret dalam melakukan pekerjaan. Namun hal yang membuat aku cukup tergelitik adalah ternyata budaya masyarakat agraris mempengaruhi kedisiplinan masyarakat Indonesia terhadap waktu. Seperti yang dijelaskan dalam buku ini, bahwa masyarakat agraris sangat bergantung pada bidang pertanian dalam menopang kehidupan ekonomi (salah satu aspek paling vital saat ini). Petani merupakan salah satu profesi yang ada dalam masyarakat agraris. Pekerjaan sebagai petani tidak terlalu menuntut ketepatan waktu. Petani bisa saja pergi ke sawah saat sore, pagi atau pun siang. Ketika memanen petani pun tidak terlau terpaku pada tanggal, dan hari tertentu. Misalnya: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa musim kemarau akan dimulai pada pertengahan bulan April hingga Oktober. Namun petani bisa saja memanen pada bulan Mei ataupun Agustus, tergantung kondisi tanaman yang ia budidayakan. Hal ini berbeda dengan para petani yang berada di negara 4 musim. Musim tanam yang begitu singkat mengharuskan petani untuk melakukan pekerjaan secara cepat agar mendapatkan hasil yang optimal.
Nah kalau dipikir-pikir kayaknya iya juga sih,,tetapi masalahnya, jumlah petani semakin sedikit kok justru budaya ngaret makin membludak? Ck ck ck





Antara Jati Diri Dan Produk Wisata

Posted by Kebudayaan - Budaya






JATI DIRI

Pemikiran yang muncul bahwa kebudayaan merupakan suatu identitas atau jati diri suatu kelompok masyarakat, etnik atau bangsa, sebenarnya sangat berkait dengan pandangan-pandangan yang bersifat materialisme dan ideologis. Dari sisi materialisme, kelompok masyarakat, etnis atau bangsa, terbentuk berdasarkan satuan geografis tertentu. System ide, system social dan tingkah laku serta teknologi material, terpola secara sama membentuk identitas budaya yang seragam. Sedangkan dari sisi ideologis, identitas budaya ini justru dimunculkan dan disarikan dari suatu kelompok masyarakat, etnis atau bangsa untuk membangun sentimensi dan keterikatan secara emosional, demi kepentingan bersama yang lebih besar.


JATI DIRI DAN PRODUK WISATA

Sebuah fenomena yang sangat menarik, bahwa industri pariwisata saat ini begitu banyak menyita pemikiran, perhatian dan alokasi dana investasi yang cukup besar. Ini dapat dimaklumi, karena industri wisata dapat menghasilkan devisa tanpa harus terkuranginya objek atau produk yang kita jual. Namun sebenarnya, industri pariwisata, tidak hanya dapat dilihat dari sisi ekonomi belaka, melainkan juga merupakan fenomena budaya yang dahsyat. Secara sederhana, hal ini dapat kita kaitkan dengan kecenderungan suatu proses yang sering kita sebut globalisasi, yang mencairkan batas-batas geografi, administrasi kewilayahan dan budaya. Banyak pakar menyebutkan, bahwa globalisasi telah mengantarkan kita semua pada keseragaman (homogenitas), tetapi pada saat yang sama juga mengantarkan kita pada keberagaman (hiterogenitas).

Globalisasi mengantarkan pada setiap orang untuk dapat mengatakan dan menyatakan bahwa dirinya adalah warga peradaban global yang mendunia. Namun tidak dapat diingkari pada saat yang sama ia justru sedang berproses menjadi individu-individu yang khas dengan gaya hidupnya masing-masing. Dengan interaksi dan komunikasi yang luas dan mendunia tersebut, individu-individu memperoleh keleluasaan dan pilihan-pilihan yang tak berbatas, yang justru mendorong munculnya masyarakat yang individualistic. Gejala yang muncul adalah bahwa mereka memuja pluralisme, perbedaan dan keberagaman. Muaranya tidak lain adalah agar mereka terus memiliki jalan terbuka terhadap pilihan-pilihan, bahkan ‘pilihan antara’ yang tak begitu jelas.

Masyarakat seperti ini tidaklah mempersonalisasi jati dirinya pada ikatan tradisi, ras, etnis, kesamaan identitas budaya dan sebagainya. Namun mereka justru memperoleh jati dirinya melalui gaya hidup dan prestasi, serta kesenangan yang diidamkannya (Friedman, 1994).

Berwisata merupakan salah satu bentuk dari gaya hidup tersebut. Wisata tidak saja memiliki dimensi kesenangan (leasure), tetapi juga pengalaman dan kebanggaan untuk menambah warna dan rasa jati diri yang baru. Pelepasan diri dari lingkungan yang ada, penjelajahan, penjajakan terhadap jati diri yang baru ini secara eksistensial mengantarkan pada suasana kejiwaan yang baru pula. Gejala ini didukung oleh suatu catatan bahwa perjalanan-perjalanan berwisata saat ini cenderung bergeser dari wisata massal ke wisata pribadi.

Dalam kondisi demikian, kekhasan budaya dapat menjadi alternative produk wisata unggulan. Masyarakat individual yang mengalami kejenuhan terhadap keriuhan teknologi, pada umumnya memiliki ketertarikan yang sangat terhadap ‘kekhasan’, ‘keaslian’ dan ‘kesederhanaan’. Sampai di sini, ‘budaya sebagai produk wisata’ memang layak jual. Namun sayangnya, budaya, terutama aspek budaya yang masih hidup di masyarakat, begitu dilabel sebagai potensi dan produk wisata, mau tidak mau akan mengalami gradasi. Pelaku budaya kemudian akan menghitung pula nilai rupiah atau dolar yang tercurah dari wisatawan. Pada hal, tentu tak sekedar untuk itu kita berbudaya.

Memposisikan budaya untuk dijual sebagai produk wisata, hanyalah salah satu bentuk dari pemanfaatan sumberdaya budaya. Pemanfaatan dalam perspektif ini tentu tidak boleh mengesampingkan perspektif lain yang bersifat pendidikan dan ideologis (Ikhlas BP, 2006). Eksploitasi nilai ekonomis dari sumberdaya budaya melalui pariwisata, apabila ternyata bertentangan dengan nilai ilmu pengetahuan dan ideologis, harus segera dihentikan, dan ini tentunya memerlukan kajian lebih mendalam kasus per kasus.




Kebudayaan Indonesiaku

Posted by Kebudayaan - Budaya






Kebudayaan Indonesia bisa di artikan seluruh cirikhas suatu daerah yang ada sebelum terbentuknya nasional Indonesia, yang termasuk kebudayaan Indonesia itu adalah seluruh kebudayaan lokal dari seluruh ragam suku-suku di Indonesia.

Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab.
Berikut kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia

NAMA – NAMA ALAT MUSIK DAERAH “
1
Alosu
:
Berupa kotak anyaman daun kelapa, didalamnya berisi biji-biji - Dari Sulawesi Selatan.
2
Anak Becing
:
Berupa dua batang logam seperti pedayung – dari Sulawesi Selatan.
3
Angklung
:
Terbuat dari bambu – Dari Jawa Barat
4
Aramba
:
Bentuknya seperti bende - Dari Pulau Nias.
5
Arumba
:
Terbuat dari Bambu - Dari daerah Sunda.
6
Atowo
:
Sejenis genderang - Dari Papua.
7
Babun
:
Sejenis kendang - Dari Kalimantan Selatan.
8
Basa-basi
:
Sejenis terompet dari bambu yang di pasang rangkap – Dari  Sulawesi Selatan
9
Calung 
:
Terbuat dari bambu - Dari daerah Sunda
10
Cungklik
:
Sejenis kulintang dari kayu -Dari Pulau Lombok
11
Dog-dog
:
Sejenis genderang - Dari Jawa Barat.
12
Doli-doli
:
Berupa empat bilah kayu lunak - Dari Pulau Nias
13
Druri Dana
:
Berupa bambu yang dikerat seperti garpu penala - Dari Pulau Nias.
14
Faritia
:
Aramba kecil – Dari Pulau Nias
15
Floit
:
Seruling bamhu- Dari daerah Maluku
16
Foi Mere
:
Sejenis seruling-Dari Pulau Flores
17
Gamelan Bali
:
Seperangkat alat musik - Dari daerah Bali 
18
Gamelan Jawa
:
Seperangkat alat musik -Dari Jawa tengah
19
Gamelan Sunda 
:
Seperangkat alat musik - Dari Daerah Sunda
20
Garantung
:
Berupa biulah-bilah kayu yang di gantung – Dari Tapanuli.
21
Gerdek
:
Seruling tempurung – Dari daerah Kalimantan.
22
Gonrang
:
Sejenis kendang – Dari daerah Simalungun.
23
Hapetan
:
Sejenis kacapi – Dari Tapanuli
24
Kecapi
:
Gitar kecil dengan dua dawai – terdapat di seluruh Nusantara
25
Keloko
:
Terompet kulit kerang - Dari Doro Fores Timur
26
Kere-kere Galang
:
Sejeris rebab - Dari daerah Goa.
27
Keso-keso
:
Sejenis seruling - Dari daerah Goa.
28
Kinu
:
Sejenis seruling - Dari Pulau Roti.
29
Keledi
:
Alat musik tiup – Dari Kalimantan.
30
Kolintang
:
Berupa bilah-bilah kayu yang disusun di atas kotak kayu - Dari Minahasa.
31
Lembang
:
Sending panjang - Dari daerah Toraja.
32
Nafiri
:
Alat musik tiup - Dari Maluku.
33
Popondi 
:
Alat musik petik - Dari Toraja, Sulawesi Selatan.
34
Rehab
:
Alat musik gesek - Dari Jawa Barat.
35
Sampek 
:
Sejenis gitar – Dari Dayak Kalimantan.
36
Sasando
:
Alat musik petik -Dari Nusa Tenggara Timor.
37
Seluang 
:
Seruling bambu - Dari Minangkabau
38
Serunai
:
Alat musik tiup - Dari Sumatra.
39
Siter/Celempung 
:
Alat music petik – Dari Jateng, dan Jabar
40
Talindo
:
Alat musik petik - DariSulawesi.
41
Talempong  Pacik 
:
Alat musik pukul seperti gong kecil - Dari Sumbar, 
42
Tifa
:
Genderang kecil - Dari Maluku atau Papua
43
Totobuang
:
Sejenis talempong - Dari Maluku. 





Ketika Lalu Lintas Di Kalahkan Budaya Masyarakat

Posted by Kebudayaan - Budaya



 
Mungkin ini cerita lama ketika pada saat tertentu peraturan lalu lintas dilanggar begitu saja oleh masyarakat dan seakan - akan pihak berwenang melihat hal itu sebagai sesuatu yang wajar. Sudah jelas pada UU Lalu lintas Nomor 22 tahun 2009 yang mengatur tata cara belalu lintas khususnya pengemudi sepeda motor beserta pelanggaran dan sanksinya.
1. Helm Standar Nasional (SNI)
Pengendara dan penumpang harus menngunakan helm berlogo SNI, bila
melanggar di kenakan denda Rp 250.000
2. Berkendara tanpa SIM
Di kenakan denda Rp 1.000.000 atau kurungan selama 4 bulan.
3. Pengendara ugal ugalan
Pengendara yang bisa membahayakan pengendara lainnya akan di kenakan denda Rp 750.000 atau kurungan selama 3 bulan.
4. Perhatikan pejalan kaki dan pesepeda
Pengendara yang tidak memperhatikan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda akan di kenakan denda Rp 500.000 atau kurungan selama 2 bulan.
5. Perlengkapan kendaraan
Baik motor ataupun mobil harus memenuhi persyaratan teknis seperti spion, klakson dan lainnya. Bila melanggar akan di kenakan denda Rp 250.000 atau kurungan selama 1 bulan.
6. Berkendara tanpa STNK
Berbeda dengan yang tidak membawa SIM, pengendara yang tidak membawa STNK akan di kenakan denda Rp 500.000 atau kurungan selama 2 bulan.
7. Sabuk Pengaman
Bila pengendara mobil dan penumpangnya tidak menggunakan sabuk pengaman di kenakan denda Rp 2500.000 atau kurungan selama 1 bulan.
8. Nyalakan lampu pada siang hari
Denda Rp 100.000 atau kurungan selama 15 hari untuk pengendara motor yang tidak menyalakan lampunya waktu siang hari.
9. Gunakan Lampu isyarat
Pengendara yang ingin belok atau berbalik arah tanpa isyarat lampu akan di kenakan denda Rp 250.000 atau kurungan selama 1 bulan.
10. Belok kiri tidak boleh langsung
Sekarang setiap di persimpangan di larang belok kiri secara langsung, kecuali di
tentukan oleh rambu lalu lintas atau pemberi isyarat lalu lintas.

Namun pada saat - saat tertentu contoh Sholat idul fitri atau ketika konvoi penggemar klub sepakbola, peraturan tersebut di anggap angin lalu oleh masyarakat. Apakah memang ada toleransi oleh hukum pada saat - saat tertentu ? atau hanya sekedar menghargai budaya masyarakat yang telah lama ada ?. Bagaimana hukum di indonesia bisa maju kalau hal - hal kecil ini tidak mendapatkan perhatian yang lebih dari pihak yang berwenang dan masyarakat.

Ketika hukum yang mengatur hal kecil ini bisa dikompromikan berarti memang benar adnya di tingkatan yang lebih tinggi hukum malah diperjual belikan. Kalau wong cilik tidak menghargai hukum apalagi orang - orang besar ya ? Hal ini hampir tejadi diseluruh bagian wilayah indonesia dan itu jelas -jelas terjadi. Wajar indonesia tidak mampu menerapkan hukum dengan baik karena tidak mampu bersifat tegas dan terlalu banyak toleransi. Negara ini sebenarnya negara yang di atur dengan hukum atau budaya ? sampai kapan hukum selalu kalah dengan budaya masyarakat ataukah pihak berwenang harus bersikap seperti ini ?





Punk!!

Posted by Kebudayaan - Budaya




Pernah bertemu sekelompok pemuda dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang? Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan kebebasan” itulah yang menjadi alasan mereka seperti itu. Pernah bertemu sekelompok pemuda dengan dandanan ‘liar’ dan rambut dicat dengan potongan ke atas mirip rambut orang Indian, ditambah aksesoris anting-anting, rantai bahkan gembok tergantung di pinggang? Mereka biasa berkumpul di beberapa titik keramaian pusat kota dan memiliki gaya dengan ciri khas, “seni dan kebebasan” itulah yang menjadi alasan mereka seperti itu.

Budi salah satu anak Punk di Pontianak pernah melanglangbuana sampai ke Singapura ini mengatakan, “Punk” itu sebuah aliran tetapi jiwa dan kepribadian pengikutnya kembali ke masing-masing individu, negatif tidaknya seorang Punk bukan karena aliran tetapi jiwa individunya jelas Budi.

Motto dari anak “Punk” itu, Equality atau persamaan hak. “Aliran Punk lahir karena adanya persamaan terhadap jenis aliran musik Punk dan adanya gejala perasaan yang tidak puas dalam diri masing-masing. Sehingga mereka mengubah gaya hidup dengan gaya hidup Punk,” kata Budi.

Akbar Alexander yang biasa dipanggil Nyong salah satu Punkers di Pontianak menjelaskan, menurut sejarahnya Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.

Gerakan Punk adalah anak muda yang diawali oleh kelas pekerja ini, dengan segera merambah Amerika. Yang ketika itu, mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu kemerosotan moral para tokoh politik, yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi.

Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Selain fashion yang dikenakan, tingkah laku yang mereka perlihatkan seperti potongan rambut Mohawk ala suku Indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Ini sikap anti kemapanan, anti sosial.

Setiap aksesoris yang dikenakan ada maknanya. Misalnya sepatu boot yang dipakai melambangkan anti penindasan. Gembok terkatup yang digantung di pinggang menunjukkan seorang ”Punkers” ingin kebebasan.


SEBUAH GERAKAN PERLAWANAN
Dewa, Punkers asal Singkawang menjelaskan, kosa kata Punk telah digunakan sejak Shakespeare menulis The Merry Wives of Windsor. Dalam kamus Bahasa Indonesia, Punk diartikan sebagai anak muda yang masih ”hijau”, tidak berpengalaman, atau tidak berarti. Bahkan diartikan juga sebagai orang yang ceroboh, semberono dan ugal-ugalan. Namun, Dewa membantah karena makna tersebut dianggapnya kurang menggambarkan makna Punk secara keseluruhan.

Dalam ”Philosophy of Punk”, Craig O’Hara (1999) menyebutkan tiga pengertian Punk. Punk sebagai trend remaja dalam fashion dan musik. Punk sebagai pemula yang punya keberanian memberontak, memperjuangkan kebebasan dan melakukan perubahan. Punk sebagai bentuk perlawanan yang “hebat”, karena menciptakan musik, gaya hidup, komunitas dan kebudayaan sendiri.

Punk memang tersohor di musik, namun energi eksplosif dan kecepatan gerak punk lebih dari sekedar fenomena musik. Musik hanya satu aspek dari gerakan Punk. Punk berkaitan erat dengan musik, ode dan grafis. Punk juga dapat dipandang sebagai bagian episode budaya lebih luas, dan menemukan ekspresinya dalam penampilan dan seni visual.

Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan pada keyakinan we can do it ourselves. Penilaian Punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial. ”Bahkan masalah agama,” jelas Budi.

Punk yang berkembang di Indonesia, lebih terkenal dalam hal pakaian yang dikenakan dan tingkah laku diperlihatkan. Mereka merasa mendapat kebebasan. “Punk” juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan pada keyakinan ”kita dapat melakukan sendiri”.

Jumlah anak “Punk” di Indonesia memang tidak banyak. ”Tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap mata tertarik untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk, dengan warna-warna terang dan mencolok,” jelas Dewa.

Menurut Budi, anak “Punk” bebas tetapi bertanggung jawab. Mereka berani bertanggung jawab secara pribadi, atas apa yang telah dilakukan. Karena aliran dan gaya hidup yang dijalani para “Punkers” aneh, maka pandangan miring dari masyarakat selalu ditujukan pada mereka. Padahal banyak diantara “Punkers” yang mempunyai kepedulian sosial sangat tinggi.

Menurut Budi, di Kalbar setiap tahun anak Punk selalu melakukan kegiatan sosial dengan membagikan makanan pada kaum miskin kota, anak jalanan dan orang-orang yang mengemis di perempatan serta pemulung. Kegiatan ini dikenal dengan istilah ”Food not Boms”.

Menurut Ceel, seorang Punker yang bekerja di perusahaan penangkaran Ikan Arwana di Pontianak mengatakan, perkebangan Punk di Kalbar, seiring dengan masuknya Punk ke Kalbar 1997. Beberapa ”Punkers” dari Bandung datang ke Pontianak. ”Mereka menginginkan ada komunitas Punk di Pontianak,” kata Ceel.

Komunitas anak “Punk” mempunyai aturan sendiri yang menegaskan untuk tidak terlibat tawuran, tidak saja dalam segi musikalitas saja, tetapi juga pada aspek kehidupan lainnya. Dan juga komunitas anak “Punk” mempunyai landasan etika ”kita dapat melakukan sendiri”.

Beberapa komunitas “Punk” di kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang. Mereka juga merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Komunitas tersebut membuat label rekaman sendiri, untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran.

Kemudian berkembang menjadi semacam toko kecil yang disebut distro. Tak hanya CD dan kaset, mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Produk yang dijual seluruhnya terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau.

Kemudian hasil yang didapatkan dari penjualan tersebut, sebagian dipergunakan untuk membantu dalam bidang sosial, seperti membantu anak-anak panti asuhan, meskipun mereka tidak mempunyai struktur organisasi yang jelas. Komunitas “Punk” yang lain, yaitu distro merupakan implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja barang bermerk luar negeri

Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri bakal muncul banyak sekali kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing individu, maka muncullah kelompok-kelompok sosial di masyarakat. ”Ini budaya luar ambil yang positif saja,” harap Budi.





Bahasa Jawa

Posted by Kebudayaan - Budaya



  

BAHASA
Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan penduduk suku bangsa Jawa terutama di beberapa bagian Banten terutama kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon dan kabupaten Tangerang, Jawa Barat khususnya kawasan Pantai utara terbentang dari pesisir utara Karawang, Subang, Indramayu, kota Cirebon dan kabupaten Cirebon, Yogyakarta, Jawa Tengah & Jawa Timur di Indonesia. 

 

PENYEBARAN BAHASA JAWA

Penduduk Jawa yang berpindah ke Malaysia turut membawa bahasa dan kebudayaan Jawa ke Malaysia, sehingga terdapat kawasan pemukiman mereka yang dikenal dengan nama kampung Jawa, padang Jawa. Di samping itu, masyarakat pengguna Bahasa Jawa juga tersebar di berbagai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kawasan-kawasan luar Jawa yang didominasi etnis Jawa atau dalam persentase yang cukup signifikan adalah : Lampung (61,9%), Sumatra Utara (32,6%), Jambi (27,6%), Sumatera Selatan (27%). Khusus masyarakat Jawa di Sumatra Utara, mereka merupakan keturunan para kuli kontrak yang dipekerjakan di berbagai wilayah perkebunan tembakau, khususnya di wilayah Deli sehingga kerap disebut sebagai Jawa Deli atau Pujakesuma (Putra Jawa Kelahiran Sumatera). Sedangkan masyarakat Jawa di daerah lain disebarkan melalui program transmigrasi yang diselenggarakan semenjak zaman penjajahan Belanda.

Selain di kawasan Nusantara, masyarakat Jawa juga ditemukan dalam jumlah besar di Suriname, yang mencapai 15% dari penduduk secara keseluruhan, kemudian di Kaledonia Baru bahkan sampai kawasan Aruba dan Curacao serta Belanda. Sebagian kecil bahkan menyebar ke wilayah Guyana Perancis dan Venezuela. Pengiriman tenaga kerja ke Korea, Hong Kong, serta beberapa negara Timur Tengah juga memperluas wilayah sebar pengguna bahasa ini meskipun belum bisa dipastikan kelestariannya.



TATA BAHASA

Bahasa Jawa mengenal undhak-undhuk basa dan menjadi bagian integral dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta biasanya menjadi rujukan dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa yang mengenal hal ini karena beberapa bahasa Austronesia lain dan bahasa-bahasa Asia Timur seperti bahasa Korea dan bahasa Jepang juga mengenal hal semacam ini. Dalam sosiolinguistik, undhak-undhuk merupakan salah satu bentuk register.

Terdapat tiga bentuk utama variasi, yaitu ngoko ("kasar"), madya ("biasa"), dan krama ("halus"). Di antara masing-masing bentuk ini terdapat bentuk "penghormatan" (ngajengake, honorific) dan "perendahan" (ngasorake, humilific). Seseorang dapat berubah-ubah registernya pada suatu saat tergantung status yang bersangkutan dan lawan bicara. Status bisa ditentukan oleh usia, posisi sosial, atau hal-hal lain. Seorang anak yang bercakap-cakap dengan sebayanya akan berbicara dengan varian ngoko, namun ketika bercakap dengan orang tuanya akan menggunakan krama andhap dan krama inggil. Sistem semacam ini terutama dipakai di Surakarta, Yogyakarta, dan Madiun. Dialek lainnya cenderung kurang memegang erat tata-tertib berbahasa semacam ini.
Sebagai tambahan, terdapat bentuk
bagongan dan kedhaton, yang keduanya hanya dipakai sebagai bahasa pengantar di lingkungan keraton. Dengan demikian, dikenal bentuk-bentuk ngoko lugu, ngoko andhap, madhya, madhyantara, krama, krama inggil, bagongan,kedhaton.

Di bawah ini disajikan contoh sebuah kalimat dalam beberapa gaya bahasa yang berbeda-beda ini.
  1. Ngoko kasar: “Eh, aku arep takon, omahé Budi kuwi, nèng*ndi?’
  2. Ngoko alus: “Aku nyuwun pirsa, dalemé mas Budi kuwi, nèng endi?”
  3. Ngoko meninggikan diri sendiri: “Aku kersa ndangu, omahé mas Budi kuwi, nèng ndi?” (ini dianggap salah oleh sebagian besar penutur bahasa Jawa karena menggunakan leksikon krama inggil untuk diri sendiri)
  4. Madya: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, griyané mas Budi niku, teng pundi?” (ini krama desa (substandar))
  5. Madya alus: “Nuwun sèwu, kula ajeng tanglet, dalemé mas Budi niku, teng pundi?” (ini juga termasuk krama desa (krama substandar))
  6. Krama andhap: “Nuwun sèwu, dalem badhé nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?” (dalem itu sebenarnya pronomina persona kedua, kagungan dalem 'kepunyaanmu'. Jadi ini termasuk tuturan krama yang salah alias krama desa)
  7. Krama lugu: “Nuwun sewu, kula badhé takèn, griyanipun mas Budi punika, wonten pundi?”
  8. Krama alus “Nuwun sewu, kula badhe nyuwun pirsa, dalemipun mas Budi punika, wonten pundi?”
*nèng adalah bentuk percakapan sehari-hari dan merupakan kependekan dari bentuk baku ana ing yang disingkat menjadi (a)nêng.
Dengan memakai kata-kata yang berbeda dalam sebuah kalimat yang secara tatabahasa berarti sama, seseorang bisa mengungkapkan status sosialnya terhadap lawan bicaranya dan juga terhadap yang dibicarakan. Walaupun demikian, tidak semua penutur bahasa Jawa mengenal semuanya register itu. Biasanya mereka hanya mengenal ngoko dan sejenis madya.






Budaya Minta Maaf Dalam Keluarga

Posted by Kebudayaan - Budaya






Hal yang paling mulia kita lakukan adalah meminta maaf ketika kita salah, memberi maaf ketika disalahkan. Kadang hal ini sulit dilakukan, terutama bagi mereka yang tidak terbiasa meminta dan memberi maaf, tetapi bagi mereka yang terbiasa, hal ini menjadi sebuah tradisi dalam kehidupan, apalagi dalam ruang lingkup kekeluargaan.



Budayakan Meminta dan Memberi Maaf
Bicara soal keluarga, mungkin sampai hari kiamat pun tidak akan habis, tetapi bukan pekerjaan utama kita membicarakan soal kelurga. Kita ketahui bahwa keluarga merupakan kesatuan kecil yang terdiri dari ibu, ayah, dan anak, serta disusul dengan yang lainnya sebagai pengapit dan pelengkap, misalnya, mertua, kakek, nenek, paman, bibi, ponakan, sepupu, dan sebagainya.

Kesatuan kecil ini, sering timbul perbedaan pendapat, dan itu wajar menurut saya. Perbedaan pendapat dan berselisih paham itu hal yang mutlak, tetapi bukan sebuah budaya yang harus diteegakkan apalagi meningkat menjadi tradisi didalam keluarga.

Keluarga manapun tidak terlepas dari apa yang dinamakan pertengkaran, perdebatan, bahkan yang lebih parah adalah permusuhan dua pihak yang mengapit kesatuan keluarga kecil ini. Akibatnya, sering berpengaruh pada hubungan pernikahan, yang fatalnya berujung perceraian.

Sekecil apapun atau sebesar apapun kesatuan keluarga itu, menghindari perselisihan panjang sangatlah penting, mengingat kesatuan keluarga ini terdiri dari berbagai prinsip perbedaan, yang berusaha dipersatukan melalui pernikahan anak, cucu, atau saudara kita.

Karena itu, budaya maaf merupakan hal yang paling baik dalam sebuah ikatan keluarga. Siapa pun akan bertengkar, tetapi alangkah baiknya, kita segera memberi maaf kepada orang yang melakukan kesalahan kepada kita, sebaliknya meminta maaf ketika berbuat salah.

Mungkin, mudah mengatakan, dan sulit melaksanakan. Tetapi tidak sedikit orang atau keluarga bertahan lama hingga akhir hayat hanya karena “maaf”. Bagi sebagian orang kata maaf tidaklah cukup untuk menebus sebuah kesalahan. Ya, itu benar, tetapi yang keliru, tidak memberi atau memberi maaf tetepi bersyarat rumit, misalnya  saja dimaafkan atas menuruti semua keinginan pemberi maaf.

Perlu diingkat dan kita harus ingat, antara peminta maaf dan pemberi maaf sama-sama manusia. Manusi bukanlah malaikat yang selamanya diam dan mencatat segala perbuatan baik dan buruk, juga bukan iblid yang gemar membuat kerusakan dan kesalahan. Tetapi, sepanjang masih manusia, baik dan buruk pun selalu mengawal kehidupan manusia, dan maaflah yang mampu meringankan beban pikiran.

Dalam lingkup keluarga kecil, misalnya seorang anak melakukan kesalahan, maka ajarkanlah kepada anak untuk terbiasa meminta maaf dan mengingatkan lebih hati-hati agar tidak melakukan kesalahan, lalu maafkanlah kesalahannya, karena biar bagaimana pun nakalnya seorang anak, mereka adalah darah daging keluarga, bahkan salah satu nyawa dari kelangsungan keluarga itu.

Seorang suami melakukan kesalahan kepada istri, budayakanlah meminta maaf, dan memberi maaf. Begitu pun sebaliknya, ibu melakukan kesalahan, budayakan meminta maaf kepadan suami dan memberi maaf kepada suami, atau anak melakukan kesalahan, meski anak belum meminta maaf, budayakanlah meminta maaf dari anak.

Tidak salah jika orang tua minta maaf kepada anak, dan anak lebih wajib memberi maaf bila orang tua minta maaf. Tidak ada yang salah, justru ini akan menjadikan keluarga itu lebih baik dan berwibawa dimasyarakat. Tidak hanya anak yang harus dituntut minta maaf, tetepi orang tua juga demikian, karena biar bagaimana pun, sukses gagalnya anak adalah cerminan sukses-gagalnya orang tua memberi pendidikan.

Budaya maaf sangat penting. Karena itu, saya mengajak semuanya, mari budayakan maaf mulai dari diri kita, meminta maaf dan memaafkan orang lain, karena yang demikian itu adalah lebih baik, dan kita akan menjadi lebih baik dimasyarakat.

Kita akan disenangi banyak orang karena kita begitu ramah dan murah memaafkan, kemana saja kita berada, kita selalu merasa damai karena hati dan jiwa kita tertanam budaya memberi maaf, sehingga apapun yang kita kerjakan membawa manfaat bukan hanya diri sendiri tetapi juga keluarga.

Memberi dan meminta maaf kepada tetangga atau teman sekantor, merupakan cerminan bahagianya sebuah keluarga. Karena umunya, sifat utama masyarakat adalah sifat dalam rumah tangganya sendiri.




Ucapan Kecil Dan Langka Dalam Rumah

Posted by Kebudayaan - Budaya






Keluarga itu merupakan keluarga keci yang hidup serba apa adanya, sebut saja keluarga Pak Abdul ( namanya disamarkan). Bagi saya keluarga ini cukup unik, meski pendidikan dan ekonomi masih dibilang standar, tetapi mereka bukanlah manusia yang mudah dibodohi, terbukti keluarga ini mampu berperan aktif dan positif didesanya.

Kita tinggalkan saja apa peranan keluarga ini didesanya, dan bagaimana keunikannya, mungkin tidak cukup dan tidak perlu dibahas disini, tetapi hal yang lebih saya serap dari keluarga ini, adalah kebiasaan mereka mengucapkan terimakasih. Mengucapkan terimakasih bagi keluarga ini adalah sebuah kewajiban mutlak, dimana setiap anggota keluarga ini berhak dan wajib mengucapkan terimakasih bila menerima suatu pemberian.

Di keluarga pak Abdul, menjadikan ucapan terimakasih sebagai budaya dalam keluarga adalah sebuah amalan dan juga memberikan efek positif terhadap keluarga itu sendiri, setiap anggota keluarga merasa dihargai sepenuhnya, merasa tidak disepelekan, merasa dekat satu sama lain.

Sebagai contoh saja, anak pertama pak Abdul menerima suatu pemberian dari dari orang tuanya, maka anak itu langsung mengucapkan “terimakasih pa, terimakasih bu”. Semula saya beranggapan, ini hal yang biasa saja, tidak ada yang istimewa dengan ucapan ini, apalagi dengan zaman yang sudah berubah.

Tetapi saya keliru, beberapa kali saya mendengar ucapan terimakasih diantara mereka ketika mereka saling memberi, bahkan pada anak mereka yang umur baru empat tahun pun mereka mengucapkan terimakasih. Apa saja yang mereka terima mereka saling mengucapkan terimakasih. Inilah salah satu keunikan keluarga pak Abdul dan menjadikan keluarga ini berbeda dari keluarga-keluarga disekitar mereka berdasarkan apa yang amati.


Bagi saya, hal semacam ini sudah mulai langka dimasyarakat, ucapan-ucapan kecil seperti terimakasih tidak lagi membudaya dalam rumah, meski ucapan terimakasih itu masih dipraktekkan ditempat-tempat umum, seperti dijalan, dikendaraan, dirumah sakit, disupermarket. Tidak sedikit masyarakat mulai lupa akan pentingnya ucapan itu, ucapan terimakasih digunakan apabila yang diberikan itu dalam ukuran besar, misalnya uang dalam jumlah yang lumayan cukup, padahal hakekat ucapan terimakasih tidak sebatas pada pemberian yang besar.

Ada banyak manfaat dari ucapan terimakasih dalam rumah jika dibudayakan, antara lain :
  1. Memberikan penghargaan kepada sesama anggota keluarga. Seorang ibu atau bapak yang menerima secangkir kopi buatan anaknya, lalu ibu atau bapak itu mengucapkan terimakasih, ini menunjukkan, betapa pemberian kopi dari sang anak itu dihargai. Anak akan merasa dihargai dalam sebuah keluarganya.
  2. Menumbuhkan keyakinan pada masing-masing anggota keluarga, bahwa mengucapkan terimakasih adalah salah satu cinta pada sesama anggota keluarga.
  3. Mengeratkan kebersamaan dalam keluarga.
  4. Membuat pemberi dan penerim tenteram.
  5. Dan masih banyak lagi.
Di era yang semakin sibuk, hal-hal seperti ini sudah mulai langka, masing anggota keluarga dalam masyarakat terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tuntutan material. Ucapan terimakasih hanya sebatas simbol pelengkap interaksi dengan dunia luar diluar kapasitas sebagai keluarga, hanya sebatas kata pelengkap dalam pidato atau dalam transaksi jual beli.Saya berharap sekaligus menghimbau, ucapan terimakasih bukan sebatas ucapan kosong, yang tidak memberikan makna kosong.